Kejaksaan Agung mengungkap dugaan korupsi pengelolaan perdagangan minyak mentah dan hasil kilang di PT.Pertamina yang diperkirakan merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun. Selain kasus tersebut, sejumlah kasus korupsi di sejumlah badan usaha milik negara ( BUMN ) juga mencatat kerugian negara yang sangat besar. Dari Jiwasraya hingga Garuda Indonesia, berikut lima kasus korupsi terbesar yang pernah terjadi di sejumlah badan usaha milik negara tersebut.
1. PT Timah
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap dugaan korupsi perdagangan komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk periode 2015-2022 yang melibatkan 23 tersangka, termasuk Harvey Moeis dan Helena Lim. Berdasarkan hasil audit BPKP, kerugian negara mencapai Rp 300 triliun dengan rincian Rp 2,28 triliun akibat prosedur sewa peralatan yang tidak sesuai, Rp 26,6 triliun akibat pembelian bijih timah ilegal, dan Rp 271 triliun akibat kerusakan ekologi.
Dalam sidang perdana Harvey Moeis di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 14 Agustus 2024, terungkap praktik ilegal yang dilakukan PT Timah sejak 2015, termasuk penerimaan hasil tambang ilegal. Skema legalisasi itu dilakukan melalui program Mitra Jasa Penambangan yang melibatkan puluhan perusahaan setiap tahunnya. PT Timah juga merekayasa pembayaran seolah-olah sebagai Biaya Jasa Usaha.
Jaksa mengungkap, bijih timah berkualitas tinggi justru dijual ke pengumpul dan pelebur swasta sehingga menyebabkan produksi PT Timah tidak mencapai target. Harvey Moeis selaku perwakilan PT Refined Bangka Tin terlibat dalam penjualan bijih timah ilegal ke PT Timah. Ia didakwa memperkaya diri sendiri hingga Rp 420 miliar dan didakwa melakukan korupsi serta pencucian uang.
2. Pertamina
Penyidik Kejaksaan Agung mengungkap adanya kolusi antara pejabat dan calo PT.Pertamina dalam dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan minyak mentah dan hasil kilang periode 2018-2023. Kasus ini merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun, meliputi ekspor minyak mentah, impor minyak melalui calo, serta beban subsidi dan kompensasi BBM.
Suspects from Pertamina include President Director of PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS), Director of Feedstock & Product Optimization at PT KPI Sani Dinar Saifuddin (SDS), Director of PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF), and VP Feedstock Management at PT KPI Agus Purwono (AP). From the private sector, the suspects are Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR), Dimas Werhaspati (DW), and Gading Ramadhan Joedo (GRJ).
Modus operandi korupsinya meliputi manipulasi produksi kilang untuk membuka peluang impor, kenaikan harga, dan transaksi minyak berkualitas rendah yang diolah melalui pencampuran. Praktik ini membuat harga bahan bakar menjadi lebih mahal, sehingga menambah beban anggaran negara melalui subsidi dan kompensasi.
3. PT Asabri Pension Fund
Kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) menjadi salah satu yang terbesar, dengan kerugian negara mencapai Rp 22,78 triliun. Menurut BPK, kerugian tersebut disebabkan oleh berbagai penyimpangan di PT Asabri sepanjang 2012 hingga 2019.
Dalam skandal ini, Kejagung menetapkan delapan tersangka, termasuk Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro dan Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, yang juga terlibat dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
4. PT Asuransi Jiwasraya
Enam terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan dan penggunaan dana investasi di PT Asuransi Jiwasraya periode 2008-2019 didakwa merugikan negara hingga Rp 16,8 triliun. Angka tersebut berdasarkan hasil laporan hasil audit investigasi BPK yang dirilis pada 9 Maret 2020.
Kasus korupsi di perusahaan asuransi jiwa tertua di Indonesia itu terungkap setelah mengalami tekanan likuiditas yang mengakibatkan ekuitasnya tercatat minus Rp 27,24 triliun pada November 2019. Menyikapi hal itu, Kementerian Badan Usaha Milik Negara di bawah pimpinan Erick Thohir melaporkan dugaan penipuan di Jiwasraya ke Kejaksaan Agung.
5. Garuda Indonesia
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta mendakwa pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 dan Avions de Transport Regional (ATR) 72-600 pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tahun 2011-2021 telah merugikan negara sebesar US$ 609,81 juta atau sekitar Rp 9,37 triliun. Sementara menurut Kejaksaan Agung, total kerugian yang ditimbulkan akibat perkara ini mencapai Rp 8,8 triliun.
“Kami telah menerima penyerahan hasil audit kerugian negara pada PT Garuda Indonesia sebesar Rp 8,8 triliun,” kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin di lobi utama Gedung Kartika Kejagung, Jakarta, Senin, 27 Juni 2022.
Dalam kasus ini, lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 dinilai tidak sejalan dengan konsep bisnis Garuda Indonesia yang berfokus pada penerbangan full service.