Jakarta – Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani prihatin dengan kondisi bisnis perhotelan dalam negeri pasca munculnya kebijakan efisiensi anggaran. Berdasarkan hitungan PHRI, pemangkasan anggaran bisa membuat bisnis akomodasi dan perhotelan nasional kehilangan pendapatan hingga Rp12,4 triliun.
Seperti diketahui, Presiden RI Prabowo Subianto resmi mengeluarkan instruksi efisiensi anggaran pada 22 Januari 2025. Kegiatan perjalanan dinas dan pertemuan menjadi komponen dana yang diminta kepala negara untuk dipangkas.
Menurut Haryadi, pemangkasan anggaran tersebut dapat berdampak signifikan terhadap bisnis akomodasi dan penginapan, karena pangsa pasar bisnis perhotelan dari belanja pemerintah masih cukup besar. “Pada 2024, pangsa pasar pemerintah secara nasional akan berada di kisaran 40 persen,” ujarnya kepada Tempo , Sabtu, 15 Februari 2025.
Berdasarkan perhitungan PHRI pada 2024, total laba perhotelan di seluruh Indonesia dari pasar pemerintah sebesar Rp24,8 triliun. Terdiri dari akomodasi atau okupansi kamar sekitar Rp16,5 triliun dan pertemuan sebesar Rp8,2 triliun.
Jadi, jika perjalanan dinas dan kegiatan rapat dipangkas 50 persen, kerugiannya mencapai Rp12,4 triliun. Haryadi menjelaskan, hotel bintang 3 dan 4 jika ditotal akan mengantongi Rp14,1 triliun dari pangsa pasar pemerintah pada 2024. Selain itu, hotel bintang 5 juga akan merugi karena bergantung pada Rp2,4 triliun dari pangsa pasar pemerintah.
Selain itu, kebijakan efisiensi juga berdampak signifikan terhadap perhotelan di luar Jawa. Data PHRI menunjukkan, bisnis perhotelan di luar Jawa bahkan bergantung pada laba pasar pemerintah hingga 70 persen.
Haryadi yang juga Wakil Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendukung efisiensi anggaran. Namun, menurutnya, bisnis perhotelan saat ini masih sulit bergeser dari segmen pasar pemerintah. “Karena belum ada arah kebijakan yang jelas yang mendukung pariwisata dalam negeri.”
Ia khawatir jika hal ini dibiarkan terus menerus akan berdampak pada bisnis lainnya. Bisnis yang selama ini menjadi pemasok bagi hotel yang akan terdampak adalah usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM hingga pertanian setempat.
Yang menurutnya perlu diantisipasi juga adalah kerugian hotel yang dapat berdampak pada efisiensi tenaga kerja. Selain itu, pendapatan hotel yang lesu juga dapat menimbulkan kredit macet bagi pelaku usaha perhotelan di perbankan. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah membantu memikirkan solusi kebijakan bagi pelaku usaha perhotelan dan pariwisata nasional.