Jakarta – Sejumlah nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero) meminta bantuan Presiden Prabowo Subianto untuk menyelesaikan masalah polis asuransi yang belum dibayarkan. Machril, perwakilan Konsolidasi Nasional Korban Nasabah Jiwasraya, mendesak agar aset yang disita Jaksa Agung dalam kasus korupsi Jiwasraya digunakan untuk memenuhi kewajiban pembayaran polis.
“Para nasabah Jiwasraya ini masih menunggu pengembalian dana dari Kejaksaan Agung, dan mereka meminta bantuan kepada Bapak Presiden. Sisanya tinggal sedikit,” kata Machril di Menteng, Jakarta Pusat, pada Jumat, 21 Februari 2025.
Sebanyak 70 pemegang polis Jiwasraya menolak program pengalihan atau restrukturisasi polis yang ditawarkan Jiwasraya melalui pihak ketiga, PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life). Kewajiban pelunasan polis yang masih harus dibayar kepada nasabah oleh Jiwasraya mencapai Rp 217 miliar per 31 Desember 2024.
Sementara itu, menurut Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), nilai aset yang disita dalam kasus korupsi tersebut berjumlah Rp 1,2 triliun berupa reksa dana dan Rp 8 triliun berupa tanah dan bangunan.
Machril berpendapat bahwa aset yang disita tersebut sah menjadi milik nasabah Jiwasraya. “Saya sebutkan tadi bahwa nasabah Jiwasraya yang sah adalah mereka yang masih menjadi nasabah Jiwasraya,” katanya. “Sedangkan mereka yang sudah ikut restrukturisasi atau pindah bukan lagi nasabah Jiwasraya.”
“Mereka bukan lagi nasabah Jiwasraya karena sudah memiliki kontrak baru dan penyelesaiannya juga ditangani di luar Jiwasraya,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Machril meyakini penyelesaian pembayaran asuransi Jiwasraya dapat mengembalikan kepercayaan publik kepada negara. Seperti diketahui, perusahaan asuransi yang telah berdiri selama 165 tahun ini telah mengalami masalah keuangan serius yang terungkap sejak 2019, yang menyebabkan kerugian signifikan termasuk ketidakmampuan memenuhi kewajiban kepada pemegang polis.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha perusahaan pelat merah Jiwasraya melalui keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-9/D.05/2025 pada 16 Januari 2025. Kepala Departemen Perizinan, Pemeriksaan Khusus, dan Pengendalian Mutu Perusahaan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Asep Iskandar mengatakan sejak pencabutan izin ini, pemegang saham, direksi, dewan komisaris, dan karyawan Jiwasraya dilarang mengalihkan, menggadaikan, menjaminkan, atau menggunakan kekayaan perusahaan, atau melakukan tindakan lain yang dapat mengurangi kekayaan atau mengurangi nilai perusahaan perasuransian.
“PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dilarang melakukan kegiatan usaha perasuransian jiwa, dan diwajibkan menghentikan seluruh kegiatan usaha baik di kantor pusat maupun kantor cabang,” kata Asep dalam keterangan resmi OJK yang dikutip pada Jumat, 21 Februari 2025.
Selanjutnya, perusahaan wajib menyusun dan menyampaikan neraca penutup kepada OJK paling lambat 15 hari sejak tanggal pencabutan izin usaha. Selain itu, perusahaan milik negara yang telah berdiri sejak 1859 tersebut juga wajib menyelenggarakan rapat umum pemegang saham paling lambat 30 hari sejak tanggal pencabutan izin usaha untuk memutuskan pembubaran badan hukum perusahaan dan membentuk tim likuidasi. OJK juga mewajibkan Jiwasraya untuk memenuhi kewajiban lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Asep juga menjelaskan, mengacu pada surat Menteri Badan Usaha Milik Negara dengan nomor S-30/MBU/01/2025 tanggal 22 Januari 2025, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) telah menggelar rapat umum pemegang saham untuk memutuskan pembubaran badan hukum perseroan dan membentuk tim likuidasi.