Jakarta – Tindakan kontroversial pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah memicu perdebatan tentang kebebasan akademis. Trump mengumumkan pembatalan hibah dan kontrak senilai sekitar US$400 juta atau Rp6,56 triliun kepada Universitas Columbia . Keputusan ini diambil berdasarkan dugaan adanya perilaku anti-Semit di kampus universitas ternama di New York itu.
Pengumuman yang dirilis pada hari Jumat, 7 Maret 2025, melalui pernyataan bersama dari Departemen Kehakiman, Pendidikan, Kesehatan, dan Layanan Kemanusiaan, serta Administrasi Layanan Umum, tidak menyebutkan secara pasti hibah dan kontrak yang dibatalkan. Pengumuman tersebut juga tidak memberikan bukti yang jelas tentang dugaan perilaku anti-Semit .
Pemotongan dana tersebut merupakan bagian dari komitmen lebih dari US$5 miliar yang sebelumnya dijanjikan kepada Columbia. Sebagian besar dana ini ditujukan untuk penelitian kesehatan dan ilmiah. Namun, angka-angka ini belum dikonfirmasi.
Berbagai kelompok hak sipil mengkritik keputusan pemotongan bantuan tersebut. Keputusan Trump disebut sebagai tindakan tanpa proses hukum yang jelas dan hukuman yang tidak konstitusional bagi bentuk-bentuk ekspresi yang dilindungi.
Universitas Columbia telah menjadi pusat protes mahasiswa pro-Palestina dan anti-Israel sejak dimulainya perang Gaza . Para pengunjuk rasa menuntut agar universitas tersebut berhenti berinvestasi di perusahaan-perusahaan yang mendukung pendudukan militer Israel di wilayah Palestina.
“Pembatalan dana pembayar pajak ini adalah sinyal terkuat kami bahwa Pemerintah Federal tidak akan menjadi bagian dari lembaga pendidikan seperti Columbia yang tidak melindungi siswa dan staf Yahudi,” kata Leo Terrell, kepala Satuan Tugas DOJ untuk Memerangi Anti-Semitisme, dalam siaran pers.
Universitas Columbia menyatakan telah bekerja keras untuk melawan anti-Semitisme dan bentuk bias lainnya di kampus. Universitas tersebut telah mengambil tindakan disipliner terhadap puluhan mahasiswa dan staf pro-Palestina selama setahun terakhir, termasuk skorsing dan dua kali memanggil polisi untuk menangkap pengunjuk rasa.
Samantha Slater, juru bicara Columbia, mengatakan, “Kami berjanji untuk bekerja sama dengan pemerintah federal guna memulihkan pendanaan federal Columbia.” Ia menambahkan bahwa universitas berkomitmen untuk memerangi anti-Semitisme dan memastikan keselamatan mahasiswa dan staf.
Serikat Kebebasan Sipil New York mengecam pemotongan tersebut sebagai penyalahgunaan Undang-Undang Hak Sipil untuk menghukum ekspresi politik. “Ini tidak konstitusional dan belum pernah terjadi sebelumnya, tetapi sepenuhnya konsisten dengan keinginan Trump yang sudah lama ada untuk membungkam pandangan yang tidak disetujuinya dan mengekang protes,” kata Direktur Eksekutif Serikat Kebebasan Sipil New York (NYCLU) Donna Lieberman dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Reuters .
Organisasi-organisasi Yahudi menanggapi pengumuman tersebut dengan cara yang berbeda-beda. Brian Cohen dari Hillel Columbia mengatakan bahwa ia berharap pengumuman tersebut akan menjadi “peringatan bagi administrasi dan pengurus Columbia”. Sementara itu, J Street, sebuah kelompok advokasi pro- Israel , memperingatkan bahwa keputusan tersebut dapat mendorong lembaga-lembaga akademis untuk membatasi kebebasan berbicara karena takut kehilangan dana.