Ketimpangan Ekonomi Dianggap Sebagai Masalah Utama di Seluruh Dunia, Termasuk Indonesia

ALLFINANCEADVICE Sebuah studi terbaru dari Pew Research Center mengungkap kekhawatiran publik yang meluas tentang ketimpangan ekonomi dalam sebuah survei yang dilakukan di 36 negara, termasuk Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata 54 persen orang dewasa di seluruh negara melihat kesenjangan antara kaya dan miskin sebagai masalah utama.

Survei yang dilakukan pada musim semi tahun 2024 itu mengungkap berbagai faktor yang berkontribusi terhadap ketimpangan ekonomi, termasuk pengaruh politik berlebihan yang dimiliki oleh orang-orang kaya. Selain itu, masalah sistem pendidikan, diskriminasi terhadap kaum minoritas, serta kesempatan yang tidak setara sejak lahir juga dianggap sebagai faktor utama yang memperparah ketimpangan ekonomi.

Laporan tersebut disusun oleh Richard Wike, Moira Fagan, Christine Huang, Laura Clancy, dan Jordan Lippert dari Pew Research Center. Studi yang dipublikasikan pada 9 Januari 2025 ini dapat diakses melalui situs web Pew Research Center. Berikut adalah empat temuan utama yang disorot dalam studi tersebut.

1. Ketimpangan Ekonomi sebagai Masalah Besar

Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat di 36 negara yang disurvei menganggap kesenjangan antara kaya dan miskin sebagai masalah yang sangat besar. Sementara itu, median yang lebih kecil, yaitu 30 persen, menganggap ketimpangan ekonomi sebagai masalah yang “cukup besar”. Kekhawatiran tentang ketimpangan ekonomi ini menunjukkan betapa pentingnya bagi masyarakat untuk menyadari masalah mengenai distribusi kekayaan dan dampaknya terhadap stabilitas sosial ekonomi.

2. Pengaruh Politik Kaum Kaya Memperparah Ketimpangan Ekonomi

Di 31 negara, lebih banyak responden percaya bahwa pengaruh politik yang besar dari orang kaya memberikan kontribusi “besar” terhadap ketimpangan ekonomi. Pandangan ini menunjukkan kekhawatiran tentang bagaimana kekuatan politik yang dipegang oleh orang kaya dapat memengaruhi kebijakan publik, yang pada gilirannya memperburuk ketimpangan ekonomi.

3. Pandangan Pesimis terhadap Masa Depan Keuangan Anak

Survei tersebut juga mencatat pandangan pesimistis tentang masa depan keuangan anak-anak, dengan rata-rata 57 persen mengatakan “anak-anak akan tumbuh menjadi lebih buruk secara finansial daripada orang tua mereka.” Hal ini menggambarkan pesimisme yang meluas tentang peluang ekonomi generasi mendatang. Pandangan ini paling kuat di negara-negara berpenghasilan tinggi seperti AS dan Kanada, di mana hampir tiga perempat responden percaya pada masa depan keuangan yang lebih buruk bagi anak-anak mereka.

4. Dukungan untuk Perubahan Ekonomi yang Signifikan

Survei tersebut juga menemukan adanya dorongan kuat untuk perubahan ekonomi di banyak negara. Di 33 dari 36 negara yang disurvei, mayoritas responden setuju bahwa sistem ekonomi mereka memerlukan perubahan besar atau reformasi menyeluruh. Rata-rata 52 persen responden menyerukan perubahan besar, sementara 20 persen menginginkan reformasi menyeluruh. 

Banyak negara berpendapatan menengah, seperti Nigeria, Tunisia, dan Ghana, lebih menyukai “reformasi ekonomi menyeluruh”, sementara negara berpendapatan tinggi seperti Belanda dan Swedia memiliki kurang dari setengah penduduk dewasa yang menginginkan perubahan ekonomi yang signifikan.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *