Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan dua tersangka dalam kasus korupsi penjualan dan pembelian gas di PT Perusahaan Gas Negara ( PGN ).
Para tersangka adalah Iswan Ibrahim, mantan Komisaris PT Inti Alisindo Energi (IAE), dan Danny Praditya, Direktur PT PGN.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menyatakan kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
“Menjatuhkan penahanan terhadap tersangka ISW dan DP di rumah tahanan cabang rumah tahanan negara kelas 1 Jakarta Timur selama 20 hari terhitung sejak tanggal 11 April 2025 sampai dengan tanggal 30 April 2025,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Pusat, Jumat, 11 April 2025.
KPK menduga kasus tersebut telah merugikan negara sebesar US$15 juta atau setara dengan Rp252,2 miliar. Kasus ini bermula pada Agustus 2017, saat Danny menawarkan sejumlah pedagang gas, termasuk PT Isar Gas, untuk menjadi perusahaan distributor lokal (LDC) bagi PGN.
Iswan Ibrahim yang juga Direktur Utama PT Isar Gas terlibat dalam tawaran ini.
“Melakukan presentasi ke sejumlah pedagang gas, termasuk PT Isar Gas, untuk menawarkan mereka menjadi perusahaan distributor lokal (LDC) PT PGN,” jelas Asep.
Asep melanjutkan, Danny memerintahkan bawahannya untuk bekerja sama dengan PT IAE dalam pengelolaan dan perdagangan gas. PT Isar Gas juga meminta uang muka sebesar US$ 15 juta untuk pembelian gas dari PGN, sekaligus memberi kesempatan kepada PT PGN untuk mengambil alih sebagian saham mereka.
Namun, Asep mengungkapkan uang muka tersebut digunakan untuk menyelesaikan utang PT Isar Gas dengan pihak tidak terafiliasi, antara lain PT Pertagas Niaga, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., dan PT Isar Aryaguna.
Gas yang dipasok PT IAE ke PGN berasal dari alokasi Husky Cnooc Madura Ltd. (HCML) di Jawa Timur. Namun, Asep mencatat pasokan di wilayah tersebut belum akan cukup untuk memenuhi permintaan di masa mendatang.
Ia menjelaskan, mulai tahun 2019 hingga 2021, alokasi gas PT PGN akan mengalami penurunan. “Pemutakhiran ini dilakukan atas instruksi Bapak DP seusai rapat Direksi pada 10 Oktober 2017,” kata Asep.
Pada 2 November 2017, Danny dan Iswan Ibrahim menandatangani empat dokumen, meliputi Perjanjian Bersama, Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG), Perjanjian Bersama Prabayar, dan Perjanjian Bersama Pemanfaatan Infrastruktur. Beberapa hari kemudian, tepatnya pada 9 November 2017, PT PGN melakukan pembayaran uang muka sebesar US$ 15 juta kepada PT IAE, sesuai dengan instruksi Danny.
Asep menegaskan, Iswan menyadari pasokan gas dari PT IAE tidak sesuai dengan ketentuan kontrak yang disepakati. Pada 2 Desember 2020, Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) saat itu, M. Fanshurullah Asa, melayangkan surat kepada Dirjen Migas Kementerian ESDM yang berisi larangan praktik jual beli berjenjang antara PT IAE dengan PT PGN.
“Karena melanggar Peraturan Menteri ESDM nomor 6 tahun 2016 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta harga gas bumi,” imbuh Asep.
Selain itu, Komisaris PT PGN Arcandra Tahar juga telah mengirimkan surat kepada Direktur Utama PT PGN. Asep menyebutkan bahwa surat tersebut membahas rekomendasi dari Dewan Komisaris untuk mengakhiri kontrak dan menempuh jalur hukum terkait dengan pembayaran uang muka yang telah dilakukan kepada PT IAE.
Pada 15 Oktober 2024, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menerbitkan laporan hasil pemeriksaan investigasi yang mengungkap adanya kerugian negara sebesar US$15 juta dari transaksi jual beli gas antara PT PGN dan PT IAE sejak 2017 hingga 2021.
“Nomor 56/LHP/XXI/10/2024 tanggal 15 Oktober 2024, di mana kerugian negara yang terjadi sebesar US$15 juta,” kata Asep.
Dalam penyidikan tersebut, KPK telah memeriksa 75 orang saksi dan menyita barang bukti berupa dokumen, barang bukti elektronik, dan uang tunai senilai US$ 1 juta. “Penggeledahan telah dilakukan di delapan lokasi, baik di rumah, kantor, kamar, maupun tempat tertutup lainnya,” pungkas Asep.