LBH Jakarta Desak Pemerintah Bentuk Tim Independen Usut Pemalsuan Bahan Bakar Pertamax

Jakarta – Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta mendesak pemerintah membentuk tim independen untuk mengusut dugaan pemalsuan bahan bakar minyak jenis Pertamax yang merugikan masyarakat. Dugaan pemalsuan bahan bakar minyak itu diungkap Jaksa Agung dalam pengelolaan kontrak minyak mentah dan produk kilang di PT.Pertamina dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama Sub Holding (KKKS) periode 2018-2023.

“Tidak hanya PT.Pertamina saja yang perlu melakukan klarifikasi atau pemeriksaan, perlu ada tim independen yang mengusut tuntas apakah benar terjadi pemalsuan tersebut,” kata Direktur LBH Jakarta Fadhil Alfathan saat dihubungi, Sabtu, 1 Maret 2025.

Fadhil menyatakan, tim tersebut dapat terdiri dari para ahli dan perwakilan masyarakat tanpa melibatkan pihak PT. Dengan begitu, proses pengungkapan dapat berjalan secara objektif.

Menanggapi dugaan pemalsuan Pertamax, LBH Jakarta dan Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (Celios) telah mendirikan posko pengaduan offline dan online bagi masyarakat yang merasa menjadi korban BBM oplosan. Posko pengaduan ini didirikan untuk mengkaji dan mendalami dampak dugaan pemalsuan BBM tersebut. Hingga saat ini, posko pengaduan tersebut telah menerima total 506 laporan masyarakat sejak dibuka pada 26 Februari.

Dalam mekanisme pelaporan ini, Fadhil menjelaskan, masyarakat diminta memberikan keterangan mengenai pengalaman pembelian BBM dengan Research Octane Number (RON) 92 yang diduga hasil pemalsuan dari RON 90 (Pertalite). Masyarakat akan ditanya mengenai jenis kendaraan bermotor yang dimiliki, frekuensi pembelian, estimasi biaya, biaya pembelian BBM jenis Pertamax dari tahun 2018 sampai dengan tahun 2023, dan riwayat kerusakan kendaraan akibat Pertamax. Dalam pelaporan, masyarakat juga diminta untuk menyertakan struk pembelian Pertamax dan nota transaksi perbaikan.

Fadhil menyebutkan laporan masyarakat akan menjadi acuan bagi mereka untuk mendalami kasus dugaan pemalsuan tersebut. Jaksa Agung menyampaikan dugaan pemalsuan Pertamax saat penyidikan pengelolaan kontrak minyak mentah dan produk kilang di PT.Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023.

Jika pemalsuan itu benar, LBH Jakarta dan Celios akan memfasilitasi masyarakat dalam memperjuangkan hak-hak mereka atas korupsi yang dilakukan oleh para petinggi di PT. “Ini bukan untuk mencari sensasi, tetapi untuk mencari kebenaran dan menegakkan keadilan,” katanya.

Namun, jika memang pihak PT. Pertamina bersedia mengganti kerugian masyarakat, LBH Jakarta tidak akan menempuh jalur hukum. Kasus ini dianggap selesai dan tidak perlu ada gugatan hukum. “Langkah hukum adalah jalan terakhir,” jelas Fadhil.

Di sisi lain, jika pihak PT.Pertamina tidak menghiraukan kerugian yang dialami masyarakat, maka pihaknya akan mengajukan gugatan hukum terhadap perusahaan milik negara tersebut. Ada dua pilihan hukum yang dipertimbangkan, yakni class action atau gugatan warga negara.

Fadhil menyatakan pihaknya siap menggugat perusahaan milik negara itu jika tidak mengindahkan kerugian yang dialami masyarakat. Pihaknya tengah mempertimbangkan dua jalur hukum, yakni class action atau gugatan warga negara.

Terkait gugatan tersebut, pihaknya masih mempelajari dinamika kasusnya. Sebab, gugatan class action dan gugatan warga negara memiliki tujuan yang berbeda. Gugatan warga negara dilakukan untuk menuntut keadilan karena adanya celah kebijakan. “Kalau memang terkait kebijakan, kami akan menggunakan cara itu.”

Sementara itu, gugatan class action akan diajukan jika terbukti bahwa kebijakan yang diambil oleh PT. Pertamina tidak diindahkan sehingga menimbulkan kerugian bagi masyarakat. “Beberapa orang yang mewakili banyak orang memiliki fakta dan permasalahan hukum yang sama, dalam konteks kasus ini, mereka berdua adalah korban dari pemalsuan ini,” kata Fadhil.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *