ALLFINANCEADVICE – Presiden Prabowo Subianto telah menyetujui rencana pemberian amnesti kepada sejumlah narapidana, termasuk terpidana Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Keputusan ini diambil dalam rapat terbatas di Istana Kepresidenan pada Jumat, 13 Desember 2024, yang dihadiri oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
“Ada beberapa kasus yang terkait dengan penghinaan atau ITE yang melibatkan kepala negara. Presiden sudah meminta amnesti bagi mereka. Diperkirakan jumlahnya sekitar 18,” kata Supratman.
Selain pelaku tindak pidana UU ITE, amnesti juga akan diberikan kepada 18 orang terpidana kasus tindak pidana terkait Papua. Namun, Supratman menegaskan amnesti ini tidak berlaku bagi mereka yang terlibat dalam gerakan separatis.
Ia menambahkan, amnesti juga akan diberikan kepada narapidana yang menderita penyakit jangka panjang, pengidap HIV/AIDS, dan penderita gangguan jiwa. Selain itu, pemerintah juga tengah mempertimbangkan pemberian amnesti kepada narapidana kasus narkoba.
Jumlah pasti narapidana yang akan diberikan amnesti saat ini masih dalam tahap pendataan oleh Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan. “Jumlah pastinya akan kami umumkan setelah melakukan pendataan dengan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan,” kata Menteri Supratman.
Presiden Prabowo telah memberikan persetujuannya terhadap program amnesti ini . Pemerintah akan meminta persetujuan DPR untuk pelaksanaannya.
Kepadatan penghuni di lembaga pemasyarakatan Indonesia menimbulkan krisis kemanusiaan. “Kita menghadapi krisis kemanusiaan di dalam lembaga pemasyarakatan kita. Meski namanya lembaga pemasyarakatan, lembaga ini sering kali gagal memberikan rehabilitasi dan pembinaan yang memadai bagi narapidana,” kata mantan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Amiruddin, dalam diskusi publik yang digelar pada Senin, 20 September 2021.
Ia menilai bahwa kepadatan penghuni penjara masih menjadi masalah yang terus berlanjut, meskipun ada upaya terus-menerus untuk memperluas kapasitas penjara. Hal ini terutama disebabkan oleh tingginya jumlah penghuni baru dan relatif rendahnya angka pembebasan narapidana.