ALLFINANCEADVICE – Presiden terpilih Prabowo Subianto menyatakan optimistis dapat mencapai pertumbuhan ekonomi 8% , bahkan bertaruh dengan menteri-menteri negara tetangga mengenai keberhasilannya. Target ambisius ini muncul setelah Joko Widodo atau Jokowi, presiden yang akan lengser, menjanjikan pertumbuhan ekonomi 7% pada masa kampanye 2014. Namun, pemerintahan Jokowi pada akhirnya menghasilkan pertumbuhan rata-rata sekitar 5% per tahun.
Meskipun belum mencapai target 7% yang dijanjikan, pemerintahan Jokowi menunjukkan kinerja Indonesia melampaui beberapa negara tetangga. Misalnya, pada kuartal ketiga 2023, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,05%, dibandingkan dengan Malaysia yang tumbuh sebesar 3,9% dan Thailand yang tumbuh sebesar 2,5%.
Selama kampanye presiden 2024, Prabowo berjanji mencapai 8%, sementara kandidat lainnya, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo, masing-masing menargetkan 5,5-6,5% dan 7%.
“Banyak wartawan yang merekam. Bahkan ada menteri negara lain yang bertaruh dengan saya,” kata Prabowo saat menyampaikan sambutan Presiden Jokowi pada peluncuran kebijakan Satu Peta sebagaimana dipantau di YouTube Perekonomian Indonesia, Kamis, 18 Juli.
Prabowo yakin Indonesia memiliki potensi pertumbuhan 8%, tetapi menekankan perlunya efisiensi dan perbaikan manajemen. “[Kita perlu] mengambil kebijakan yang masuk akal,” katanya. Ia menganjurkan pemerintah yang berkomitmen untuk memberantas korupsi, penipuan, dan kebijakan yang tidak menguntungkan bangsa dan rakyatnya.
Aspirasi awal Jokowi untuk pertumbuhan ekonomi yang tinggi akhirnya gagal. Pandemi COVID-19 disebut-sebut sebagai penyebab utama kesenjangan ini. Akibatnya, tingkat pertumbuhan 5% kini dianggap sebagai hasil yang positif, meskipun masih ada kekurangan dalam penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan sosial, yang terlihat dari anggaran bantuan sosial yang terus meningkat, dengan proyeksi tahun 2024 sebesar Rp496 triliun, hanya sedikit di bawah level puncak pandemi sebesar Rp500 triliun.
Selain itu, tingkat pengangguran terbuka masih tinggi yakni sebesar 5,32% atau 7,86 juta orang per Agustus 2023. Penyerapan tenaga kerja juga menurun sehingga menyebabkan tingginya jumlah pekerja informal yang mencapai 59,11% dari angkatan kerja per Agustus 2023. Selain itu, tanda-tanda deindustrialisasi terlihat dari menurunnya kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB.
Ekonom Tetap Skeptis
Target ambisius Prabowo itu ditanggapi skeptis oleh Didik J. Rachbini, peneliti di Institute for Development of Economics and Finance (Indef). Ia menyatakan pesimismenya terhadap pencapaian target tersebut dengan kebijakan saat ini.
Didik mengkritik Kementerian Perindustrian di bawah pemerintahan Jokowi yang dinilai tidak efektif dalam mendorong sektor industri krusial tersebut, yang mengalami stagnasi pertumbuhan hanya 3-4%. Ia menilai, tanpa perubahan kebijakan yang signifikan untuk merevitalisasi sektor industri, pertumbuhan ekonomi yang tinggi sulit dicapai.