ALLFINANCEADVICE – Menteri Keuangan Sri Mulyani memperingatkan dampak kebijakan AS di bawah pemerintahan Trump. Sri Mulyani mengantisipasi kebijakan serupa, tetapi neraca fiskal AS masih dalam pengawasan.
Calon presiden dari Partai Republik, Trump, akan segera menggantikan petahana Joe Biden sebagai presiden AS ke-47, yang akan memulai masa jabatannya pada 20 Januari. Presiden terpilih itu berjanji untuk memberlakukan pembatasan yang lebih ketat terhadap imigran, meningkatkan produksi bahan bakar fosil, dan mengenakan tarif besar terhadap mitra dagang terbesar AS. Kebijakan Trump dikhawatirkan akan memperburuk krisis iklim yang mengancam dan memicu perang dagang.
“Situasi ini kemungkinan akan menimbulkan peningkatan ketegangan,” kata menteri tersebut pada Rabu, 11 Desember 2024.
Trump bahkan mengancam BRICS agar tidak menciptakan mata uang baru atau mendukung mata uang yang dapat menyaingi dolar AS, agar ia tidak mengenakan tarif perdagangan 100 persen pada negara-negara anggota blok tersebut.
BRICS adalah akronim untuk Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan, sebuah blok yang berusaha menantang tatanan dunia yang didominasi Barat. Kelompok ini mulai memperluas keanggotaannya tahun lalu ke Ethiopia, Iran, Mesir, Argentina, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA).
Indonesia juga telah menyatakan keinginannya untuk bergabung dengan BRICS.
Selain BRICS, Trump juga menjanjikan tarif tinggi terhadap tiga mitra dagang terbesar AS, yaitu Kanada, Meksiko, dan China. Ia mengancam akan mengenakan tarif sebesar 25 persen terhadap impor dari Kanada dan Meksiko serta tarif sebesar 60 persen terhadap impor dari China.
Sri Mulyani menjelaskan, tarif perdagangan menjadi instrumen proksi dalam persaingan dan ketegangan politik global. Menurutnya, hal ini akan berdampak langsung pada ekonomi global. Apalagi AS yang terdampak kebijakan Trump mengalami kenaikan pasar saham namun juga mengalami kenaikan defisit, utang, dan imbal hasil obligasi.
“Ini berdampak pada seluruh dunia. Inflasi yang awalnya diharapkan menurun, berpeluang naik lagi karena kenaikan harga. Ini juga akan menyebabkan inflasi terkendali di Amerika,” katanya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan tantangan terbesar Indonesia yang harus diantisipasi adalah dari mitra dagang utamanya, yakni AS dan China. Harga saham dan aset di AS kemungkinan akan naik di bawah Trump, sementara China akan terbebani dengan tarif 60 persen yang dijanjikan Trump.
Menurutnya, Indonesia dan seluruh dunia harus mengantisipasi hambatan perdagangan, harga komoditas yang tidak stabil akibat guncangan pada rantai pasokan, dan menguatnya dolar AS. “Dan kita juga harus mengantisipasi tekanan terhadap aliran modal yang akan kembali ke Amerika Serikat,” jelasnya.