Tiongkok Balas Dendam Trump dengan Kenakan Tarif Impor 34% terhadap Barang AS

Jakarta – Penerapan tarif impor baru-baru ini oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump , secara langsung telah memicu ketegangan dalam hubungan perdagangan global. Salah satu negara yang paling terpengaruh adalah Cina.

Negara ini tengah menghadapi tarif tinggi yang dikenakan AS atas barang-barangnya. Menanggapi kebijakan ini, China tak tinggal diam dan mengeluarkan respons keras. Konflik dagang ini berpotensi memperburuk hubungan ekonomi antara dua ekonomi terbesar dunia tersebut.

Jumlah Tarif

Tarif yang diberlakukan Amerika Serikat cukup signifikan dan melibatkan hampir semua negara mitra dagangnya. Seperti dikutip dari The Guardian , AS mengenakan tarif sebesar 10 persen pada sebagian besar barang impor, termasuk barang dari China, Meksiko, dan Kanada.

Namun, negara-negara yang memiliki hubungan dagang lebih dekat dengan AS dikenakan tarif yang lebih tinggi. Salah satunya adalah Tiongkok yang dikenakan tarif sebesar 34 persen, sehingga total tarif yang berlaku untuk barang-barang Tiongkok tahun ini adalah 54 persen.

Sementara itu, barang impor dari negara seperti Uni Eropa juga dikenakan tarif lebih tinggi, yakni 20 persen. Kebijakan ini jelas berdampak sangat signifikan terhadap perdagangan internasional dan menjadi salah satu langkah paling drastis dalam kebijakan perdagangan AS di era Trump.

Rencana Jangka Panjang

Kebijakan ini sebenarnya sudah direncanakan sejak beberapa bulan lalu. Pada Februari 2025, Gedung Putih mengumumkan bahwa tarif tambahan akan diberlakukan sebagai respons terhadap isu imigrasi ilegal dan penyelundupan narkoba, khususnya fentanil, yang melibatkan beberapa negara termasuk China.

Trump berpendapat bahwa dengan mengenakan tarif ini, Amerika Serikat ingin menekan negara-negara terkait untuk mengambil lebih banyak tanggung jawab dalam menangani masalah-masalah ini, yang dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan nasional.

Tarif dasar 10 persen diberlakukan pada tanggal 6 April 2025, sementara tarif yang lebih tinggi pada negara-negara seperti China mulai berlaku pada tanggal 9 April 2025.

Lebih jauh, kebijakan ini juga mencakup pencabutan pengecualian tarif untuk paket barang bernilai rendah dari China, yang sebelumnya dapat masuk ke AS tanpa bea masuk. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi jumlah impor dari China yang dianggap merugikan ekonomi domestik AS.

Tanggapan Tiongkok

Kebijakan tarif AS tidak dibiarkan begitu saja oleh pemerintah Cina. Cina segera mengambil serangkaian tindakan balasan. Salah satu langkah utama yang diambil adalah penerapan tarif impor sebesar 34 persen pada semua barang yang diimpor dari Amerika Serikat.

Seperti dikutip dari CNA Lifestyle , China juga memperketat ekspor beberapa bahan baku langka yang sangat dibutuhkan oleh industri AS, seperti mineral tanah jarang yang digunakan dalam teknologi tinggi dan produk elektronik.

Pemerintah Cina menganggap kebijakan tarif ini tidak adil dan merugikan kedua belah pihak. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Guo Jiakun, pernah menyatakan bahwa “pasar telah berbicara”. Hal ini menunjukkan bahwa Cina menganggapnya sebagai langkah yang salah dan merugikan.

Tiongkok mendesak AS untuk membuka dialog dan mencari solusi yang lebih adil untuk menyelesaikan masalah perdagangan ini. Beberapa asosiasi perdagangan Tiongkok mengeluarkan pernyataan keras, yang menekankan bahwa tarif ini dapat memperburuk inflasi di AS dan memengaruhi daya beli konsumen di sana. Mereka juga menekankan bahwa kebijakan ini berpotensi merugikan ekonomi global yang sudah rapuh akibat pandemi.

Konflik ini berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi global dan mempersulit penyelesaian masalah perdagangan antara dua negara terbesar di dunia. Menanggapi kebijakan ini, Tiongkok jelas berupaya melindungi kepentingan ekonominya sambil mencari pasar alternatif untuk mengurangi dampak negatif kebijakan tarif AS.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *