ALLFINANCEADVICE – Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) menyebutkan Indonesia masih memiliki sejumlah masalah dalam mewujudkan perdagangan dan investasi berkelanjutan. Laporan CSIS terbaru menyebutkan komitmen pemerintah terhadap ekonomi hijau masih kurang.
“Nampaknya Indonesia memang masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan dalam rangka transisi menuju ekonomi yang lebih hijau, salah satu permasalahan yang muncul di bidang perdagangan dan investasi,” kata Direktur CSIS Yose Rizal Damuri kepada Tempo seusai acara peluncuran laporan penelitian tersebut, Senin, 1 Juli 2018.
Yose mengatakan, perdagangan dan investasi berkelanjutan tidak dapat dipisahkan dari pemanfaatan energi bersih. Namun, sejauh ini, katanya, kebijakan dan kemauan politik pemerintah terhadap energi bersih belum menunjukkan upaya serius. Hal ini antara lain terlihat dari tumpang tindihnya regulasi antara target emisi nol bersih dengan upaya pemanfaatan energi bersih.
“Saat ini, tampaknya masih banyak celah yang perlu diatasi. Ini tidak hanya mencakup investasi dan perdagangan, tetapi juga regulasi yang perlu diperbaiki,” katanya.
Menurut Yose, transisi menuju perdagangan dan investasi hijau terkait erat dengan transisi energi. Oleh karena itu, katanya, diperlukan juga kemauan politik yang lebih besar, bukan sekadar jargon di dunia internasional. “Kami berharap keseriusan pemerintah dan keseriusan dunia usaha untuk terus mendorong transisi ini,” kata Yose.
Tidak Cukup Beragam
Keragaman dalam investasi, terutama di sektor mineral dan energi penting, dipandang sebagai cara untuk mendorong upaya modal yang lebih ramah lingkungan.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mendorong investasi dan perdagangan berkelanjutan, kata Yose, adalah dengan mencoba melakukan diversifikasi investasi di sektor domestik. Berdasarkan temuan CSIS, saat ini investor Tiongkok menguasai lebih dari 50 persen investasi di Indonesia.
“Dalam mineral penting, kami sangat bergantung pada Tiongkok. Diversifikasi akan membantu kami melangkah lebih jauh dan menciptakan persaingan bagi mitra investasi domestik untuk mencapai perdagangan berkelanjutan,” katanya.
Yose menambahkan, pengaruh Tiongkok yang kuat terhadap investasi di Indonesia telah mengakibatkan lemahnya perhatian terhadap aspek lingkungan dan sosial. Hal ini menempatkan Indonesia pada posisi yang lemah dengan sedikit alternatif.
“Kita tidak boleh melihat Tiongkok sebagai hambatan atau hal yang negatif. Yang perlu kita lakukan adalah melakukan diversifikasi dan memperbaiki tata kelola investasi saat ini,” katanya.