Kementerian Perdagangan: Permintaan Peninjauan Bea Masuk Nol Persen untuk Susu Australia Tak Masuk Akal

ALLFINANCEADVICE – Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan permintaan peninjauan ulang bea masuk nol persen untuk susu impor dari Australia dan Selandia Baru tidak masuk akal. Menurutnya, kenaikan bea masuk akan berdampak pada harga bahan baku dan susu yang lebih tinggi.

“Kalau mau dikaji ulang, tidak masuk akal. Kenapa? Kalau dikaji ulang, harga bahan baku yang dibutuhkan di dalam negeri juga ikut naik. Biayanya dari mana? Kenapa ekonomi biaya tinggi?” kata Djatmiko kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 20 November 2024.

Dengan semakin mahalnya harga bahan baku, Djatmiko mengatakan susu juga akan semakin mahal. Ia mengatakan masyarakat Indonesia akan semakin sulit untuk mengonsumsi susu.

Menurut Djatmiko, FTA dengan Australia dan Selandia Baru bermanfaat tidak hanya untuk mendukung kemampuan produsen dalam negeri dalam hal ekspor. Perjanjian ini juga berperan untuk mendukung kebutuhan industri dalam negeri, termasuk penyediaan bahan baku.

Djatmiko mengungkapkan, tidak semua susu dalam negeri memenuhi standar sehingga penyerapannya tidak optimal. Ia mengatakan, industri pengolahan susu perlu meningkatkan kualitasnya. Permintaan susu terus meningkat melebihi jumlah yang diproduksi oleh peternak.

Oleh karena itu, Djatmiko mengatakan, pihaknya tengah menyiapkan skema penyerapan susu sapi lokal. Kementerian Perdagangan akan berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian Perindustrian.

Sementara itu, Menteri Perdagangan Budi Santoso menyampaikan, impor susu telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 juncto Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Kebijakan tersebut memerlukan rekomendasi dari kementerian teknis, yakni Kementerian Pertanian.

Oleh karena itu, Budi Santoso mengaku telah berkomunikasi dengan Kementerian Pertanian terkait regulasi impor susu. Ia tengah mempertimbangkan untuk memperbarui persyaratan agar rekomendasi impor mengharuskan industri menyerap susu lokal. Menurutnya, ini merupakan langkah yang paling cepat.

“Kalau perubahan (kesepakatan) itu lama, ya harus dibicarakan dulu negosiasi perubahannya. Kalau menentukan jadwal saja sudah lama. Kita cari yang paling cepat,” kata Budi Santoso kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 20 November 2024.

Saat ini, jumlah koperasi susu nasional mencapai 59 unit. Pada tahun 2023, populasi sapi di koperasi susu mencapai 227.615 ekor. Mereka menghasilkan 470 ribu ton susu. Sementara itu, peternakan sapi perah modern dengan 32 ribu sapi dapat menghasilkan 164 ribu ton susu.

Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pemerintah mengimpor susu dari luar negeri. Importir susu terbesar di Indonesia saat ini adalah Selandia Baru dengan produksi susu sebesar 21,3 juta ton. Bersama Australia, Selandia Baru memanfaatkan FTA dengan Indonesia.

Perjanjian ini menghapus bea masuk atas produk susu, sehingga produk mereka setidaknya 5 persen lebih murah daripada eksportir produk susu global. Menurut Budi Arie, kedekatan geografis Australia dan Selandia Baru dengan Indonesia membuat harga produk susu mereka sangat kompetitif.

Budi Arie mengatakan impor susu skim membuat harga susu segar menjadi lebih murah. Saat ini harga susu segar mencapai Rp 7.000. Harga susu segar seharusnya mencapai Rp 9.000. “Peternak sapi perah mengalami kerugian,” kata Budi Arie di kantor Kementerian Koperasi, Jakarta, Senin, 11 November 2024.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *