Tiga Tantangan yang Dihadapi Korea Selatan dalam Berinvestasi di Indonesia

ALLFINANCEADVICE – Peneliti dari Universitas Yonsei, Ko YoungKyung, mengatakan ada beberapa tantangan yang dihadapi pemerintah asing, khususnya Korea Selatan, saat ingin berinvestasi di Indonesia. Salah satu kendalanya adalah regulasi yang tidak pasti.

“Tiga hal yang menjadi tantangan (bagi Korea). Pertama, regulasi dan kebijakan yang tidak pasti, (kedua) masalah kepercayaan, dan (tiga) kurangnya infrastruktur pendukung,” kata Ko YoungKyung pada Workshop Jaringan Jurnalis Generasi Penerus Indonesia tentang Korea dari Korea Foundation dan Komunitas Kebijakan Luar Negeri Indonesia di Jakarta pada awal Desember 2024.

Ko YoungKyung menjelaskan, regulasi yang tidak pasti membuat pengusaha Korea Selatan ragu untuk berinvestasi dalam jumlah besar dan jangka panjang di negara asalnya. Salah satu kebijakan yang menurutnya cukup menyulitkan investor Korea untuk berinvestasi di Indonesia adalah kenaikan persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dari 40 menjadi 60 persen.

Ia pun menilai kebijakan relaksasi pajak kendaraan listrik lebih menguntungkan produsen kendaraan listrik asal China ketimbang perusahaan Korea yang sudah membangun pabrik di Indonesia. Belum lagi saat ada tawaran investasi di Ibu Kota Negara (IKN). “Kurangnya infrastruktur di IKN menjadi kendala bagi investor Korea,” ujarnya.

Korea Selatan, kata Ko YoungKyung, telah lebih banyak berinvestasi di Vietnam. Salah satu perusahaan Korea yang telah berinvestasi di Vietnam cukup lama adalah Samsung Electronics, sejak tahun 1996. Bahkan penelitiannya telah dilakukan sejak tahun 1980-an.

Sebenarnya, Indonesia, kata Ko YoungKyung, memiliki berbagai faktor yang membuat perusahaan Korea Selatan tertarik menanamkan modalnya. Beberapa faktor tersebut adalah banyaknya sumber daya alam di Indonesia, seperti nikel, batu bara, dan kayu. Ia juga menilai biaya produksi di Indonesia sangat kompetitif.

Ko YoungKyung juga melihat bahwa jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 275 juta jiwa juga dapat memperluas pasar bagi produk-produk Korea Selatan. Masyarakat berpenghasilan menengah ke atas juga semakin berkembang. Terakhir, banyaknya Generasi Z dan milenial di Indonesia yang mencari produk-produk yang sedang tren.

Ko YoungKyung juga memberikan beberapa saran untuk menarik lebih banyak investor dari negeri ginseng tersebut. Pertama, pentingnya pemimpin tertinggi kedua negara membangun kepercayaan dalam dialog seperti pada KTT Presiden. “Perlunya konsistensi kebijakan dan memberikan komunikasi yang jelas jika ada perubahan,” katanya.

Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Penanaman Modal dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Nurul Ichwan menanggapi isu ketidakpastian kebijakan. Menurutnya, salah satu penyebab ketidakkonsistenan kebijakan dan regulasi adalah karena Indonesia masih merupakan negara berkembang. “Hal ini sering terjadi di negara berkembang. Sebab, terkadang terjadi hal baru dan belum ada regulasinya,” katanya.

Ia mencontohkan, penyimpanan dan penangkapan karbon yang awalnya tidak diatur di Indonesia. Ketika regulasi dibuat, ada pengaruh terhadap undang-undang dan peraturan lainnya seperti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Itulah yang terkadang dianggap sebagai ketidakpastian kebijakan. “Kami pasti akan terus memperbaiki regulasi. Misalnya, regulasi terkait kecerdasan buatan (AI). Termasuk tindak pidana dalam penggunaannya,” kata Ichwan.

Menurut Ichwan, data Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM mencatat lima negara dengan investasi terbesar di Indonesia. Singapura berada di posisi pertama dengan nilai investasi sebesar US$14,35 miliar (sekitar Rp228 triliun), disusul Hong Kong dengan US$6,06 miliar (sekitar Rp96,4 triliun), China dengan US$5,78 miliar (sekitar Rp91,9 triliun), Amerika Serikat dengan US$2,82 miliar (sekitar Rp44,8 triliun), dan Malaysia dengan US$2,72 miliar (sekitar Rp43,2 triliun).

Korea Selatan berada di posisi ketujuh sebagai negara asal investor terbesar bagi Indonesia pada 2023 dan 2024. Tahun lalu, investasi dari Korea Selatan mencapai US$2,5 miliar (sekitar Rp39,7 triliun). Sementara itu, pada Januari hingga September 2024, nilai investasinya sudah mendekati US$2,4 miliar (sekitar Rp38,1 triliun).

Menurut Ichwan, ada banyak peluang bagi investor Korea Selatan di sembilan sektor prioritas pemerintah saat ini. “Sembilan sektor tersebut adalah energi terbarukan, hilirisasi industri, ketahanan pangan, dan semikonduktor. Selain itu, ekonomi digital dan pusat data, industri manufaktur berorientasi ekspor, kesehatan, serta pendidikan dan vokasi,” katanya.

Ichwan mengatakan, pemerintah telah melakukan sejumlah upaya untuk mengundang penanaman modal langsung (PMA) dari sejumlah negara, termasuk Korea Selatan . Misalnya, membangun sumber daya manusia yang berkualitas dan penguasaan teknologi tepat guna. Pemerintah juga terus mendorong pelatihan vokasi yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *