ALLFINANCEADVICE – Dengan sisa waktu dua bulan pemerintahan Joko Widodo, Zulkifli Hasan telah memulai perubahan kebijakan yang mendesak. Akhir Agustus lalu, Menteri Perdagangan menerbitkan dua peraturan yang membuka kembali ekspor pasir laut yang telah dilarang sejak 2003. Peraturan tersebut berasal dari Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sedimentasi Laut.
Kontroversi seputar ekspor pasir laut makin memanas setelah Presiden Joko Widodo angkat bicara. Menurut Jokowi, pemerintah tidak membuka kembali ekspor pasir laut, melainkan memfasilitasi penjualan sedimen yang mengganggu jalur pelayaran. Tanpa memberikan definisi yang jelas, Jokowi menegaskan bahwa pasir laut dan sedimen merupakan dua komoditas yang berbeda.
Sementara Zulkifli menandatangani regulasi terkait ekspor pasir laut, ia menegaskan bahwa ada kementerian dan lembaga lain yang terlibat dalam perumusannya. “Ini keputusan pemerintah, bukan kewenangan saya sepenuhnya,” kata Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu pada Senin, 23 September.
Dalam wawancara eksklusif selama satu setengah jam dengan Tempo, Zulkifli memaparkan kebijakan ekspor pasir laut dan arah pemerintahan yang akan datang di bawah presiden terpilih Prabowo Subianto. PAN merupakan bagian dari Koalisi Indonesia Maju yang mendukung Prabowo dalam pemilihan presiden 2024. Nada bicara Zulkifli berubah-ubah saat menegaskan kembali kewenangan lembaganya atas ekspor pasir laut, termasuk kunjungannya ke Singapura dua minggu setelah mengeluarkan peraturan ekspor.
Sebelum pemerintah melarang ekspor pasir laut, Singapura merupakan importir pasir laut Indonesia terbesar. Pengiriman pasir laut dari Indonesia ke negara itu mencapai 53 juta ton per tahun dari tahun 1997 hingga 2002. “Saya ke Singapura untuk berobat, bukan untuk membicarakan pasir laut,” jelasnya. Berikut petikan wawancara tersebut.
Jadi, apa alasan sebenarnya di balik kebijakan ekspor pasir laut baru?
Saya menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sedimentasi Laut. Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah memiliki peraturan teknis perizinan. Begitu pula Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sudah memiliki peraturan tentang sedimentasi. Semuanya sudah siap, kok saya tidak patuh? Saya bagian dari pemerintah, dan jabatan saya tidak lebih tinggi dari Presiden.
Salah satu syarat untuk membuka kembali ekspor adalah terpenuhinya kebutuhan dalam negeri. Apakah itu sudah terpenuhi?
Persyaratan ekspor harus dipenuhi, tetapi saya tidak ikut campur dalam hal itu. Ada persyaratan lain, seperti analisis dampak lingkungan, apakah benar sedimentasi yang diambil, dan di mana itu diambil. Setelah semuanya selesai, baru saya yang memutuskan. Saya tidak bisa menghalangi ekspor jika semuanya beres.
Seberapa besar permintaan pasir laut Indonesia dari negara lain?
Saya tidak tahu apakah ada pembeli atau tidak. Itu bukan urusan kementerian saya. Saya Menteri Perdagangan, tetapi saya tidak mengurus perdagangan pasir, melainkan barang.
Permintaan dari Singapura sangat besar, dan Anda baru saja berkunjung ke sana. Apakah Anda membahas pasir laut?
Saya ke sana untuk berobat, bukan untuk membahas pasir. Saya tidak mengerti.
Uang dari bisnis pasir laut sangat besar. Itulah sebabnya ada pengiriman ilegal…
Itu bukan urusan saya atau inisiatif saya. Saya tidak mengikutinya. Yang penting, kalau persyaratannya sudah terpenuhi, saya sebagai bagian dari pemerintah harus mengikuti aturannya.
Kami mendengar bahwa peraturan ekspor pasir dikeluarkan secara tergesa-gesa karena adanya tekanan dari para pebisnis…
Terburu-buru? Bagaimana? Proses ini memakan waktu dua tahun. Menurut saya kebijakan ini yang paling lama keluar. Peraturan Menteri Perdagangan bisa berubah setiap bulan.
Benarkah sudah puluhan perusahaan yang mendaftar sebagai eksportir?
Pasti banyak. Pendaftarannya di sana (di kementerian lain).
Jadi, dalam masalah ekspor pasir, siapa yang paling berwenang mengeluarkan persetujuan?
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Bea Cukai. Jabatannya berbeda-beda karena saya tidak mengurus semua urusan ekspor dan impor. Saya hanya mengawasi keluar atau tidaknya barang. Ada pihak lain yang menentukan barang mana yang boleh diekspor.
Apa peran Kementerian Perdagangan?
Saya hanya mengatur lalu lintas. Implementasi ini sudah ada di sistem Indonesia National Single Window. Kalau semua persyaratan ekspor terpenuhi, saya harus buka. Otomatis.
Bagaimana dengan pengawasan?
Itu bukan bidang saya karena ada surveyor. Seperti kalau mau konser, kan ada berbagai macam izin, seperti izin kepolisian dan izin pariwisata yang harus diurus. Kalau semua sudah beres, persyaratannya lengkap, dan sudah ada di sistem, ya harus ada izin.
Jadi Anda hanya sekedar ‘stempel’?
Kalau semuanya benar, saya tidak bisa bilang tidak. Semuanya ada prosedurnya.
Mengapa kebijakan tersebut baru dikeluarkan sekarang, menjelang berakhirnya pemerintahan Jokowi?
Ini adalah hasil dari perumusan yang dimulai dua tahun lalu. Pembahasannya juga sudah berlangsung sebelum saya menjadi menteri. Kemarahan seharusnya sudah muncul ketika inisiatif itu pertama kali diumumkan.